PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN MELALUI PENATAAN KELEMBAGAAN KARET ALAM

Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang kontribunsi subsektor perkebunannya berkembang dengan pesat. Komoditi andalan Riau adalah kelapa sawit, karet dan kelapa. Pesatnya perkembangan ekonomi kelapa sawit telah menggeser komoditi karet dan kelapa. Dampak dari pergeseran tersebut terjadi ketimpangan antara petani karet, kelapa dengan petani kelapa sawit. Di daerah yang kelapa sawitnya berkembang menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya cukup tinggi. Sementara di daerah pengembangan komoditi karet dan kelapa tinggkat kesejahteraan petani sangat rendah. Namun secara keseluruhan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi Daerah Riau cukup tinggi yaitu pada tahun 2000 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Propinsi Riau sebesar 10,68% dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 20,14%. Kontribusi sektor pertambangan dan industri pada tahun 2000 sebesar 75,68% turun menjadi 58,43% pada tahun 2012. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian di Daerah Riau cukup berkembang.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).

Perkembangan sektor pertanian khususnya komoditi kelapa sawit telah menyebabkan ketimbangan pendapatan anatar daerah dan atar petani terutama dengan petani karet dan kelapa. Komoditi kelapa sawit mempunyai potensi pasar yang terjamin, dari sisi lain petani karet menghadapi pasar monopsoni. Dimana harga karet di tingkat petani sangat ditentukan oleh toke-toke desa. Petani karet tidak mempunyai kekuatan tawar menawar. Dari sisi lain pabrik karet alam di Daerah Riau sangat terbatas dan tidak mampu menampung produksi karet rakyat.

Dampak sari semuanya itu terhadap perkembangan karet alam mengalami penurunan begitu juga dari sisi harga. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Propinsi Riau (2013), terjadi alih fungsi lahan dari perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Bahkan peralihan ini juga terjadi di daerah yang kemiringannya di atas 15%. Kebun karet pada tahun 2000 seluas 547.453 ha dan pada tahun 2012 turun menjadi 504.139 ha begitu juga terjadi pada perkebunan kelapa, yakni tahun 2000 seluar 586.418 ha dan turun menjadi 520.948 ha pada tahun 2012. Sementara perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesatnya yaitu pada tahun 2000 seluas 966.786 ha  menjadi 2.258.553 ha pada tahun 2013.

Timbulnya ketidak pastian harga dan terjadinya distorsi hara antar komoditi subsektor perkebunan menyebabkan  pembukaan perkebunan kelapa sawit sangat cepat sekali, bahkan di daerah pedesaan masyarakat berlomba-lomba memuka kebun kelapa sawit tanpa memperhitungkan tingkat kemiringan lahan. Kondisi iini terjadi disebabkan karena harga komoditi kelapa sawit lebih terjamin sementara harga komoditi karet sangat berfluktuasi. Dari sisi lain keterbatasan industri pengolah karet alam sangat terbatas. Pada tahun 2013 jumlah industri karet alam di daerah Riau sebanyak 14 unit dengan kapasitas olah sebesar 176.120 ton per tahun, sementara produksi karet alam oleh petani mencapai 333.069 ton per tahun. Tingginya produksi dibandingkan kemampuan olah industri menyebabkan harga karet alam ditingkat petani menjadi rendah.

Permasalahan yang dihadapi oleh petani karet alam di Daerah Riau adalah ketidak pastian harga, rendahnya harga ditingkat petani yang berdampak pada pendapatan keluarga. Yang tak kalah pentingnya, petani karet alam menghadapi kondisi pasar yang monopsoni, tidak adanya lembaga ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan petani di pedesaan karena harga karet dikuasai oleh toke-toke (semacar rentenir di pedesaan).

Terkait dengan permasalahan tersebut, guna memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan terutama di adaerah yang berpotensi menghasilkan komoditi karet alam, maka perlu dikaji, antara lain: 1) Seberapa besar daya dukung wilayah (DDW) terhadap pengembangan industri karet alam di daerah Riau? 2) Apakah dengan pengembangan industri karet alam dapat meningkatkan daya saing petani serta membuka peluang kerja dan usaha di daerah Riau? 3) Bagaimana strategi penataan kelembagaan usahatani karet dalam upaya memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah? 4) Bagaimana potensi dampak lingkungan sebagai akibat pergeseran komoditi karet menjadi kelapa sawit di Daerah Riau?