Perkembangan sektor pertanian khususnya komoditi kelapa sawit di Daerah Riau telah menggeser usahatani komoditi karet alam. Perkebunan karet di Riau masih di kelola secara tradisional. Pengelolaannya dilakukan secara sederhana. Tingkat produktivitasnya rendah, yaitu sekitar 738 kg/ha/tahun. Kurangnya perawatan menyebabkan kualitas hasil bahan olah karet (Bokar) juga tergolong rendah. Budaya bokar kotor masih mendominasi perilaku petani karet dalam memproduksi bokar. Harga karet di tingkat petani sangat ditentukan oleh toke-toke desa. Petani karet tidak mempunyai kekuatan tawar menawar. Tujuan penelitian adalah menemukan model dan strategi penataan kelembagaan, tataniaga karet, pembangunan industri karet alam dalam upaya percepatan pembangunan ekonomi berkelanjutan di pedesaan. Strategi yang dimaksud bertujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi sehingga upaya percepatan pembangunan ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan. Jenis Penelitian adalah ekploratif yang bertujuan untuk menyelidiki pola dan perurutan pertumbuhan atau perubahan dalam menyusun strategi kebijakan. Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui survey dengan metode perkembangan (Developmental Research). Daya dukung wilayah (DDW) usahatani karet alam sebesar 1,53. Artinya bahan baku yang tersedia melebihi kapasitas olah industri. Kondisi tersebut akan berdampak terhadap penekakan harga dari sisi permintaan (industri). Guna meningkatkan harga dari sisi petani, maka perlu ditambah industri pengolah, sehingga kekuatan tawar petani di pedesaan bisa meningkat. Angka multiplier effect ekonomi di daerah pengembangan karet pada tahun 2014 sebesar 0,65. Tahun 2010 indek multiplier effect ekonomi di daerah sentra produksi karet 1,83. Menurunnya indek multiplier effect ekonomi memberikan gambaran bahwa usahatani karet menunjukkan perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Hal tersebut lebih disebabkan masyarakat pedesaan mulai bergeser usahataninya kekomoditi lain yakni kelapa sawit.