Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dengan industri. Untuk mencapai tersebut diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna menunjang pertumbuhan di sektor industri yang kuat dan maju. Sejak zaman reformasi sektor pertanian yang berbasis pedesaan juga mendapat perhatian yang serius, yakni dikembangkan sektor pertanian yang berbasis agribisnis. Pembangunan ekonomi pedesaan dipacu melalui peningkatan produksi dan nilai tambah sektor pertanian.
Khusus pembangunan perekonomian daerah Riau dilandasi oleh dua pola umum pembangunan yaitu pola umum jangka panjang dan pola umum jangka pendek. Pola umum jangka panjang memuat landasan pembangunan dengan kebijaksanaan ekonomi yang diarahkan kepada dua sektor kunci yaitu sektor pertanian dan sektor industri dengan memperhatikan keterkaitan dengan sektor lain. Secara spesifik arah kebijaksanaan pembangunan daerah Riau masih menitik beratkan pada sektor kunci. Arah pembangunan tersebut adalah untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta meningkatkan kontribusi dalam pembentukan PDRB Propinsi Riau.
Sektor pertanian yang berkembang di Daerah Riau adalah subsektor perkebunan dengan komoditi utama kelapa sawit. Di sebagaian besar wilayah Provinsi Riau, kelapa sawit merupakan komoditas primadona yang banyak diusahakan oleh masyarakat maupun badan usaha. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau (2012), perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat secara tajam, yakni 966.786 ha pada tahun 2000 meningkat menjadi 2.258.553 ha pada tahun 2011. Selama periode tahun 2000-2011 tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 8,02% per tahun. Tingginya pertumbuhan subsektor perkebunan tersebut merupakan kontribusi dari komoditi kelapa sawit. Perkembangan yang pesat tersebut telah memberikan kontribusi terhadap ekonomi masyarakat di wilayah Riau terutama di pedesaan. Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit telah memberikan dampak terhadap aktivitas ekonomi pedesaan, dimana pendapatan petani berkisar antara UD$ 4.633,37-UD$ 5.500,32 per tahun. Sementara awal perencanaan perkebunan target yang harus dicapai dengan pengembangan perkebunan adalah UD$2.000 per tahun. Artinya dampak dari aktivitas perkebunan telah meningkatkan jumlah uang beredar di pedesaan, secara sinerji telah meningkatkan dayabeli dan permintaan. Akibatnya mobilitas barang dan orang meningkat antara kota dan desa. Selain itu, juga memberikan dampak terhadap percepatan pembangunan ekonomi masyarakat dalam upaya mengetaskan kemiskinan di pedesaan.
Bagi masyarakat di daerah pedesaan, sampai saat ini usaha perkebunan merupakan alternatif untuk merubah perekonomian keluarga, karena itu animo masyarakat terhadap pembangunan perkebunan masih tinggi. Usahatani kelapa sawit memperlihatkan adanya peningkatan kesejahteraan petani di pedesaan. Dari aktivitas manusia, kegiatan pembangunan perkebunan telah menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi.
Aktivitas perkebunan kelapa sawit di daerah Riau cukup baik, namun dari sisi petani kadang kala dihadapi dengan ketidak adilan harga tandan buah segar (TBS). Petani menghadapi pasar monopsoni. Kondisi ini menyebabkan petani kelapa sawit berada pada posisi kekuatan tawar yang rendah. Kalau diamati antara petani kelapa sawit dengan perusahaan pabrik pengolah kelapa sawit (PKS) kecenderungan terjadinya distorsi harga. Dimana saat harga CPO di pasar dunia meningkat maka harga TBS di tingkat petani mengalami peningkattan sedikit demi sedikit, namun kalau harga CPO dipasar dunia turun maka harga ditingkat petani langsung anjlok ke level paling rendah.