Aspek Ekonomi dan Sosial dalam Pembangunan Daerah Tertinggal

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).

Ketidakberdayaan masyarakat pedesaan salah satunya akibat kebijakan yang mismatch di masa lalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki.

Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dengan industri. Untuk mencapai ini diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna menunjang pertumbuhan di sektor industri yang kuat dan maju. Kondisi tersebut dapat dilihat dari arah pembangunan oleh pemerintah yakni membangun sektor pertanian yang tangguh. Hal tersebut sangat beralasan karena lebih dari 70% penduduk di pedesaan bergantung pada sumber pendapatan dari pertanian.

Program pembangunan jangka panjang memuat landasan pembangunan dengan kebijaksanaan ekonomi yang diarahkan kepada dua sektor kunci yaitu sektor pertanian dan sektor industri dengan memperhatikan keterkaitan dengan sektor lain. Secara spesifik arah kebijaksanaan pembangunan untuk daerah pedesaan masih menitik beratkan pada sektor kunci. Arah pembangunan tersebut adalah untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta meningkatkan kontribusi dalam pembentukan PDRB di daerah.

Pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Pada umumnya setiap daerah memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi daerah. Potensi yang dimaksud sebagian besar berada di daerah pedesaan. Potensi tersebut antara lain: 1) pengembangan tanaman hortikultura; 2) pengembangan tanaman perkebunan; 3) pengembangan usaha perikanan; 4) pengembangan usaha peternakan; 5) pengembangan usaha pertambangan; 6) pengembangan sektor industri; dan 7) potensi keparawisataan.

Guna memacu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, yang pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah pedesaan. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, keberpihakan pada pembangunan sektor agribisnis secara nasional perlu disertai dengan suatu mekanisme yang menjamin bahwa manfaat pembangunan dapat dinikmati oleh rakyat sampai ke pedesaan.

Dari apa yang digambarkan di atas, maka untuk memajukan ekonomi di daerah pedesaan sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan kelembagaan ekonomi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Untuk daerah pedesaan kelembagaan yang dimaksud adalah koperasi yang melibatkan masyarakat pedesaan sebagai anggota. Koperasi tersebut diharapkan dapat sebagai penguat ekonomi pedesaan dan sebagai potensi pasar bagi produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat pedesaan. Berkembangnya koperasi di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan ekonomi di daerah pedesaan.

Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga. Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Salah satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.

Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Kemampuan tawar menawar masyarakat di pedesaan sangatlah lemah, hal tersebut disebabkan karena keterbatasan informasi dan modal kerja dalam berusaha. Masyarakat di pedesaan jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga di pedesaan bisa tercapai swasembada berbagai produk pertanian.

Akhir-akhir ini pemerintah cukup perhatian terhadap perkembangan ekonomi pedesaan melalui pembangunan sektor pertanian yang berorientasi ekspor. Hal ini bertujuan untuk memacu nilai tambah yang tinggi di pedesaan. Aktivitas pembangunan sektor pertanian terutama dalam bentuk skala besar yang dikembangkan melalui program agribisnis dan agroindustri memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya. Manfaat kegiatan pembangunan agribisnis tersebut terhadap aspek ekonomi pedesaan, antara lain: 1) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 2) peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar; dan 3) memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah.

Beberapa kegiatan agribisnis yang secara langsung memberikan dampak terhadap komponen ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar, antara lain: 1) kegiatan pembangunan sumberdaya masyarakat desa; 2) pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat; 3) penyerapan tenaga kerja lokal; 4) penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan; dan 5) pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain).

Kendala dalam Pembangunan Ekonomi Daerah Tertinggal

Pembangunan ekonomi pedesaan terutama di daerah yang terpencil (tertinggal) tidak terlepas dari pembangunan sektor pertanian. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat pedesaan (sekitar 80%) mencari nafkah dari sektor pertanian yakni: perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, tanaman pangan dan hortikultura. Apabila ingin memacu pertumbuhan ekonomi di pedesaan salah satu prioritasnya adalah pengembangan sektor pertanian yang berbasis agribisnis. Untuk jenis agribisnis skala besar seperti perkebunan boleh dikatakan tidak banyak kendala, karena sektor perkebunan yang dikembangkan selama ini berorientasi ekspor yang dikelola oleh perusahan besar. Namun yang jadi masalah adalah pengembangan ekonomi pedesaan dari usahatani skala kecil yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.

Dalam pengembangan sektor pertanian skala kecil tersebut masih ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain: Pertama, lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan. Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani adalah modal. Besar-kecilnya skala usaha yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal. Secara umum pemilikan modal bagi masyarakat pedesan masih relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber dari penyisihan pendapatan usaha sebelumnya. Untuk memodali usaha selanjutnya masyarakat desa (petani) terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani diambil dulu dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang secara ekonomi merugikan pihak petani.

Kedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah si pedesaan sebagai faktor produksi utama dalam pertanian makin bermasalah. Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan terjadinya pembagian penggunaan tanah untuk berbagai subsektor pertanian yang dikembangkan oleh petani.

Ketiga, pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi di pedesaan itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis dan kualitasnya. Oleh karena itu pengadaan sarana produksi ini perlu direncanakan sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan dipergunakan pada waktu yang tepat.

Keempat, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian di pedesaan merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.

Kelima, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya. Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah pentingnya adalah kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi, penyuluhan dan pemberian paket teknologi.

Keenam, kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri. Ada dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu jumlah yang tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Kedua hal ini sering dijadikan sebagai indikator dalam menilai permasalahan yang ada pada kegiatan pertanian.

Program Pembangunan Daerah Tertinggal

Sejalan dengan pengembangan ekonomi Indonesia yang bertumpu kepada ekonomi kerakyatan, maka pemerintah kabupaten/kota melakukan pembangunan ekonomi harus berbasis kerakyatan. Pembangunan ekonomi terutama di pedesaan dalam rangka mengangkat marwah, derajat, harkat, martabat masyarakat pedesaan sebagai upaya mewujudkan program pengetasan kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pedesaan dan pembangunan infrastruktur sebagai penunjang mobiltas barang dan penduduk desa-kota. Dalam upaya memacu pembangunan dari sisi aspek ekonomi dan sosial di daerah tertinggal, maka program pembangunan pedesaan harus memproritaskan ketiga aspek tersebut.

1. Peningkatan Ekonomi Rakyat (Mengentaskan Kemiskinan)

Program pengetasan kemiskinan merupakan pendekatan pembangunan yang bersifat komprehensif dan mendasar dalam tataran kesejahteraan dan harkat yang manusiawi, oleh karena sekalipun kemiskinan merupakan fenomena ekonomi namun memberikan konsekwensi yang kuat terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat yang mengalami kemiskinan tersebut menjadi rendah nilai-nilai kemanusiaannya sehingga dalam kehidupannya kurang bermarwah.

Khusus untuk daerah tertinggal pemilikan aset produktif seperti lahan sangat tidak adil, hal ini menyebabkan terjadikan ketimpangan pendapatan bagi masyarakat pedesaan. Dari hasil pengamatan terlihat penguasaan asset produktif (lahan) di pedesaan lebih banyak dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar dan orang kota. Dampak dari semuanya ini terhadap mekanisme pasar yang dipengaruhi secara signifikan oleh aspek permodalan dan kebijakan yang kurang berpihak kepada masyarakat miskin. Masyarakat lebih banyak berhadapan dengan pasar yang bersifat monopsoni.

2. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia (Pengetasan Kebodohan)

Kebodohan sebagai cerminan dari rendahnya mutu sumberdaya manusia (SDM). Kualitas SDM sangat menentukan perubahan dan percepatan pembangunan disuatu daerah. Apabila kualitas SDM rendah, maka masyarakat akan sulit menerima perubahan, mereka tidak mampu untuk mengikuti perubahan baik dari sisi pembangunan maupun dari sisi kemajuan ekonomi. Mutu SDM yang rendah akan berdampak pada rendahnya tingkat keterampikan dan penguasaan teknologi. Individu ataupun kelompok masyarakat yang mengalami kondisi ini akan selalu menjadi objek pembangunan dan sangat terbatas kemampuannya untuk menjadi subjek yang berperan secara aktif dalam pembangunan.

3. Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur sangat diperlukan untuk melancarkan dan mensukseskan pencapaian berbagai tujuan dan keinginan di berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan mengatasi kebodohan. Pembangunan infrastruktur akan meningkatkan mobilitas manusia dan barang antar daerah dan antara kabupaten/kota. Peningkatan ini hendaknya tidak saja melalui kuantitas tetapi juga kualitasnya yang meliputi fasilitas transporlasi (jalan, jembatan, pelabuhan), fasilitas kelistrikan, fasilitas komunikasi, fasilitas pendidikan, dan fasilitas air bersih. Tersedianya infrastruktur yang memadai akan dapat mengembangkan potensi sumberdaya manusia (SDM) dan potensi sumberdaya alam (SDA) secara optimal dan dapat mengeliminasi kesenjangan antar kelompok masyarakat, antar wilayah kabupaten/kota, serta antara pedesaan dengan perkotaan. Semuanya ini akan semakin mengangkat derajat, harkat, martabat dan marwah rakyat di daerah pedesaan karena eksistensinya akan semakin diakui dan diperhitungan dalam konteks persaingan global.

Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal

Pembinaan terhadap kelembagaan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal, seperti koperasi, usaha kecil dan menengah serta usaha mikro lainnya, harus dikembangkan guna terwujudnya struktur perekonomian yang kuat dengan didukung oleh ekonomi rakyat yang tangguh. Untuk mendukung mengembangkan perekonomian daerah yang berbasis kerakyatan, dibutuhkan dukungan kebijakan dalam bentuk: 1) memberikan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, serta perubahan struktur masyarakat dengan pengembangan perencanaan pembangunan yang komprehensif/ partisipatif, demokratis, aspiratif dan transparan; 2) melakukan restrukturisasi dan redistribusi kepemilikan asset produktif kepada masyarakat pedesaan dengan memakai standar skala ekonomi keluarga sejahtera (3 ha/KK); 3) melakukan optimalisasi peran dan fungsi seluruh perusahaan agribisnis dan forestry (dengan Peraturan Daerah) sebagai investor di pedesaan untuk melakukan reinvestasi melalui kemitraan pola perusahaan patungan bersama pemerintah dan masyarakat pedesaan dalam membangun sistem perekonomian pedesaan; 4) mengembangan usaha kecil, menengah, koperasi dan usaha mikro lainnya dengan cara peningkatan dan pengembangan keterkaitan dan kemitraan usaha yang saling menguntungkan dan saling membutuhkan: 5) mengembangkan bidang-bidang yang mempunyai keterkaitan dengan pengembangan bidang-bidang lainnya yaitu bidang industri, pertanian dalam arti luas, bidang transportasi, perdagangan, pariwisata serta bidang kelautan yang cukup strategis sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki daerah; 6) meningkatkan upaya pembangunan infrastruktur terutama perhubungan darat, laut dan udara untuk meningkatkan aksesbilitas dan kelancaran lalu lintas orang dan barang; 7) mendorong upaya peningkatan nilai tambah (value added) sebagai produk pertanian yang dihasilkan oleh petani di pedesaan melalui sistem agribisnis dan agroindustri yang menekankan pada upaya pengembangan berbagai industri turunan; 8) memberdayakan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat di pedesaan sebagai wadah pengembangan kegiatan usaha produktif dan memberdayakan masyarakat miskin serta mendorong berkembangnya lembaga-lembaga keuangan mikro dalam rangka mendekatkan masyarakat pada akses permodalan guna mengembangkan ekonomi kerakyatan.

Tulisan ini sudah dipublikasikan di: Tabloid Inspirasi, ediasi Juli 2010

Penulis: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP: Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan

Lembaga Penelitian Universitas Riau, Kampus Binawidya, Km 12,5 Pekanbaru