Adakah Mafia di Sektor Pemasaran Produk Pertanian Kita

Kendala Pemasaran Produk Pertanian di Pedesaan

Oleh: Almasdi Syahza

Dalam memacu pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan ekonomi harus menganut paradigma baru dimana pemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadi perhatian utama. Karena sebagian besar rakyat hidup pada sektor pertanian dan sektor ini masih memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian negara, maka pemberdayaan ekonomi rakyat juga berarti membangun ekonomi pertanian dengan lebih baik. Pembangunan industri harus memperhatikan keterkaitan kebelakang (backward linkage) dengan sektor pertanian atau sektor primer sedangkan keterkaitan kedepan (forward lingkage) harus memperhatikan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah dan pemasaran yang baik sehingga produk yang dihasilkan tidak sia-sia.

Pengembangan sektor pertanian ke depan harus diarahkan kepada sistem agribisnis, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis di daerah. Sektor pertanian (agribisnis) sebagai sektor ekonomi rakyat di pedesaan memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan lebih lanjut, baik untuk memperkuat ekonomi rakyat, maupun sebagai andalan Indonesia dalam perdagangan bebas. Ketimpangan pembangunan pada masa lalu lebih memihak kepada sektor ekonomi perkotaan yaitu industri dan jasa, sementara ekonomi pedesaan yakni pertanian terabaikan. Tidak bisa dipungkiri, sejak krisis ekonomi tahun 1998 sektor pertanian memperlihatkan perubahan ekonomi di pedesaan menjadi lebih baik karena ditopang oleh komoditi yang berorientasi ekspor.

Pembangunan ke depan tidak bisa meremehkan pembangunan pedesaan melalui pengembangan sektor pertanian. Hal tersebut disebabkan sektor pertanian mempunyai peluang untuk dikembangkan di masa datang, antara lain: 1) Penduduk yang semakin bertambah sehingga kebutuhan pangan juga bertambah, ini merupakan peluang pasar yang baik bagi pelaku agribisnis; 2) Meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan kebutuhan pangan berkualitas dan beragam (diversifikasi). Keragaman produk menuntut adanya pengolahan hasil (agroindustri); dan 3) Perkembangan agribisnis juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, meningkatkan pendapatan petani yang pada akhirnya diharapkan akan mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakat.

Harapan masa depan sektor pertanian tersebut tidak bisa diraih dengan begitu mudahnya. Keberhasilan sektor pertanian juga tidak lepas dari peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perusahaan agribisnis sebagai investasi dan penggerak pasar, dan partisipasi masyarakat tani untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya. Selain dari ketiga komponen tersebut, di lapangan ditemukan kendala yang dihadapi oleh pelaku usahatani berupa adanya mafia pemasaran produk pertanian. Apakah produk usahatani skala kecil maupun skala besar. Pada skala kecil di pedesaan ditemukan mafia pemasaran hasil pertanian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul (istilah pedesaan toke) tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Mereka ini mempunyai kekuatan untuk mengendalikan harga di tingkat petani dengan berbagai dalih/alasan. Sementara di tingkat skala besar bentuk mafia pemasaran lebih penekanan kepada kekuatan modal dan kekuasaan pasar dan kartel produk pertanian.

Kendala dalam pemasaran produk pertanian

Pemasaran pertanian merupakan satu kesatuan urutan lembaga-lembaga pemasaran. Pemasaran bertujuan untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke industri pengolah atau ke tangan konsumen akhir. Pemasaran produk pertanian mencakup banyak lembaga, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, baik yang terlibat dan terkait secara langsung maupun yang tidak terlibat atau terkait langsung dengan operasi sistem pemasaran pertanian. Khusus untuk beberapa komoditi terutama komoditi yang berorientasi ekspor seperti komoditi perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, pinang, gambir dan lain sebagainya) sering dihadapi dengan kendala pemasaran, terutama di daerah pedesaan. Bagi petani keterbatasan pengetahuan dan ketidak jelian pasar justru dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku bisnis di daerah (yang dikenal dengan toke). Pelaku ini sering memamfaatkan kondisi di pedesaan untuk mempermainkan harga, sehingga pihak petani selalu berada pada posisi tawar menawar yang rendah. Bahkan dalam kondisi tertentu harga hanya ditentukan sepihak oleh para toke, akibatnya petani sebenarnya menghadapi pasar monopsonistic. Sebagai catatan toke adalah pedagang pengumpul hasil pertanian di pedesaan dengan memiliki bergagai fasilitas sarana dan prasarana serta modal yang kuat. Pada waktu tertentu petani diberi pinjamam uang untuk kebutuhan harian tanpa anggunan. Namun imbalannya adalah hasil pertanian harus dijual kepada toke. Pada kondisi ini si toke mempunyai kekuatan menawar dengan harga yang rendah. Dari sisi lain peluang si toke (kalau boleh disebut mafia pemasaran) memanfaatkan kelemahan pemasaran sektor pertanian di pedesaan.

Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda. Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian, khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang menyebabkan harga dapat dipermainkan oleh mafia pemasaran adalah melalui titik lemah produk pertanian, antara lain:

1. Kesinambungan produksi

Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil petanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu: Pertama, volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). Pada umumnya petani melakukan kegiatan usahatani dengan luas lahan yang sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Di samping itu, teknologi yang digunakan masih sederhana dan belum dikelola secara intensif, sehingga produksinya belum optimal. Kedua, produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu. Kondisi tersebut mengakibatkan pada saat musim produksi yang dihasilkan melimpah sehingga harga jual produk tersebut cenderung menurun. Sebaliknya pada saat tidak musim produk yang tersedia terbatas dan harga jual melambung tinggi, sehingga pedagang-pedagang pengumpul harus menyediakan modal yang cukup besar untuk membeli produk tersebut. Bahkan pada saat-saat tertentu produk tersebut tidak tersedia sehingga perlu didatangkan dari daerah lain. Ketiga, lokasi usahatani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi. Hal ini disebabkan karena letak lokasi usahatani antara satu petani dengan petani lain berjauhan dan mereka selalu berusaha untuk mencari lokasi penanaman yang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman yang diusahakan. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul dalam hal pengumpulan dan pengangkutan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan produk yang dihasilkan petani. Kondisi tersebut akan memperbesar biaya pemasaran. Keempat, sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. Hal ini menyebabkan ada pedagang-pedagang tertentu yang tidak mampu menjual produk pertanian, karena secara ekonomis lebih menguntungkan menjual produk industri (agroindustri). Ketidak senambungan produksi pertanian merupakan celah bagi mafia pemasaran di pedesaan, baik waktu membeli hasil pertanian maupun waktu menjual kebutuhan petani di pedesaan terutama kebutuhan harian sebagai pendukung aktifitas di pedesaan.

2. Kurang memadainya pasar

Kurang memadainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku; tawar-menawar; dan borongan. Pemasaran sesuai dengan harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan permintaan yang mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar-menawar lebih bersifat kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka transaksi terlaksana. Praktek pemasaran dengan cara borongan terjadi karena keadaan keuangan petani yang masih lemah. Cara ini terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara ini membeli produk dengan jalan memberikan uang muka kepada petani. Hal ini dilakukan sebagai jaminan terhadap produk yang diingini pedagang bersangkutan, sehingga petani tidak punya keberanian untuk menjualnya kepada pedagang lain, karena ada rasa tanggung jawab pada janji yang telah disepakati antara petani dengan pedagang bersangkutan.

3. Panjangnya saluran pemasaran

Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang harus dilalui mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.

4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar

Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan dengan: Pertama, sikap mental petani yang suka mendapatkan pinjaman kepada tengkulak dan pedagang perantara. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan petani yang tinggi pada pedagang perantara, sehingga petani selalu berada dalam posisi yang lemah; Kedua, fasilitas perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain belum tahu tentang prosedur pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat tinggal, tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu khawatir terhadap risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga pada waktunya tidak mampu mengembalikan kredit. Ini menunjukkan pengetahuan dan pemahaman petani tentang masalah perkreditan masih terbatas, serta tingkat kepercayaan petani yang masih rendah.

5. Berfluktuasinya harga

Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu bahkan per hari atau dapat pula terjadi dalam jangka panjang.

Untuk komoditas pertanian yang cepat rusak seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pengaruh perubahan permintaan pasar kadang-kadang sangat menyolok sekali sehingga harga yang berlaku berubah dengan cepat. Hal ini dapat diamati perubahan harga pasar yang berbeda pada pagi, siang dan sore hari. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit dalam melakukan perencanaan produksi, begitu juga dengan pedagang sulit dalam memperkirakan permintaan.

6. Kurang tersedianya informasi pasar

Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, di mana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Oleh sebab itu informasi pasar yang tepat dapat mengurangi resiko usaha sehingga pedagang dapat beroperasi dengan margin pemasaran yang rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu sendiri, produsen dan konsumen. Keterbatasan informasi pasar terkait dengan letak lokasi usahatani yang terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang dan lain sebagainya. Di samping itu, dengan pendidikan formal masyarakat khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan kemampuan untuk mencerna atau menganalisis sumber informasi sangat terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan usahatani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Dari pihak pemasaran, justru memanfaatkan kondisi ini untuk menekan harga jual demi mendapatkan keuntungan yang besar.

7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran

Produsen dan/atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. Di samping itu, tidak diketahui pula aturan-aturan yang berlaku dalam sistem tersebut. Hal ini menyebabkan produksi yang dihasilkan mengalami hambatan dalam hal perluasan jaringan pemasaran. Pada umumnya suatu jaringan pemasaran yang ada antara produsen dan pedagang memiliki suatu kesepakatan yang membentuk suatu ikatan yang kuat. Kesepakatan tersebut merupakan suatu rahasia tidak tertulis yang sulit untuk diketahui oleh pihak lain.

8. Rendahnya kualitas produksi

Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading. Standarisasi dapat memperlancar proses muat-bongkar dan menghemat ruangan. Grading dapat menghilangkan keperluan inspeksi, memudahkan perbandingan harga, mengurangi praktek kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jual beli. Dengan demikian kedua kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari kerusakan, di samping itu juga mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan.

Namun demikian kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil pertanian yang cepat rusak. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi antara lain mutu produk dapat berubah setelah berada di tempat tujuan, susut dan/atau rusak karena pengangkutan, penanganan dan penyimpanan. Hal ini menyebabkan produk yang sebelumnya telah diklasifikasikan berdasarkan mutu tertentu sesuai dengan permintaan dapat berubah sehingga dapat saja ditolak atau dibeli dengan harga yang lebih murah.

9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia

Masalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari prapanen sampai ke pascapanen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik. Di samping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarah kepada praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang pemasaran tetap saja kurang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis.

Kondisi yang hampir sama juga terjadi di perkotaan, yaitu kemampuan para pedagang perantara juga masih terbatas. Hal ini dapat diamati dari kemampuan melakukan negosiasi dengan mitra dagang dan mitra usaha yang bertaraf modern (swalayan, supermarket, restoran, hotel) masih langka. Padahal pasar modern merupakan peluang produk pertanian yang sangat bagus karena memberikan nilai tambah yang tinggi.

Untuk mengatasi masalah pemasaran produk pertanian yang dialami oleh petani, maka perlu dipikirkan paradigma baru dalam mengatasi masalah tersebut. Terutama yang terkait dengan pemasaran produk pertanian. Salah satu alternatif pemecahannya adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Untuk memperkuat tawar menawar di tingkat petani, petani harus bersatu dalam satu wadah kepentingan bersama dalam bentuk organisasi ekonomi atau badan usaha di tingkat desa melalui kelompok-kelompok usaha seperti koperasi. Tanpa koperasi tidak mungkin agribisnis kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang akan berhubungan dengan pengusaha besar. Melalui koperasi masalah yang dihadapi oleh petani dapat teratasi.

Koperasi merupakan badan usaha di pedesaan dan pelaksana penuh subsistem agribisnis. Dari sisi lain koperasi juga merupakan pedagang perantara dari produk pertanian yang dihasilkan oleh anggotanya. Koperasi berfungsi sebagai lembaga pemasaran dari produk pertanian. Dalam koperasi dilakukan pengolahan hasil (sortiran, pengolahan, pengepakan, pemberian label, dan penyimpanan) sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar. Koperasi juga berperan sebagai media informasi pasar, apakah menyangkut dengan peluang pasar, perkembangan harga, dan daya beli pasar. Melalui informasi pasar koperasi harus dapat menciptakan peluang pasar produk-produk pertanian, sehingga petani tidak ragu untuk melakukan kegiatan usahatani mereka karena ada jaminan dari koperasi bahwa produk mereka akan ditampung. Kegiatan ini akan merangsang partisipasi anggota terhadap koperasi, yang pada hakikatnya terjadi kesinambungan usaha koperasi.

Koperasi juga berperan sebagai penyedia kredit yang diperoleh dari lembaga perkreditan dan pengusaha. Pemberian kredit ini didasarkan kepada bentuk usaha pertanian yang mengembangkan komoditi unggulan dan punya peluang pasar. Tingkat pengembalian kredit oleh petani dapat dilakukan melalui pemotongan penjualan hasil pertanian kepada koperasi.

Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier effect ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya usahata pertanian melalui sistem agribisnis sebagai unit usaha dapat menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Melalui pembentukan koperasi agribisnis di pedesaan, maka mafia pemasaran di level bawah secara bertahap akan dapat dihilangkan.

Catatan: Tulisan ini telah dipublikasikan pada Inspirasi Vol 2, No 35, 25 Desember 2011

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP

Pengajar, Peniliti Senior dan Pengamat Ekonomi Pedesaan

Lembaga Penelitian Universitas Riau

e-mail: asyahza@yahoo.co.id dan syahza.almasdi@gmail.com