PETANI KELAPA SAWIT PEKA TERHADAP PELUANG USAHA

Kelapa sawit merupakan salah satu usahatani bidang perkebunan yang berorientasi ekspor. Permintaan terhadap komoditas kelapa sawit di tingkat internasional dan nasional masih tinggi. Karena itu usahatani kelapa sawit banyak dilakukan oleh masyarakat maupun pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Pada mulanya usaha tani kelapa sawit dilakukan oleh perusahaan dalam upaya pemerataan penduduk melalui kegiatan transmigrasi. Usahatani kelapa sawit pelaksanaannya berupa progran pola Perusahaan Inti Rakyat (dikenal dengan Pola PIR). Dalam kegiatan tersebut perusahaan yang bergerak di usahatani kelapa sawit membangun kebun inti utuk perusahaan dan kebun plasma untuk masyarakat transmigrasi.

Masyarakat yang ikut dalam program tersebut disebut petani plasma. Setiap petani peserta transmigrasi pada awalnya diberikan 2 ha lahan kebun, 0,75 ha lahan pangan, dan 0,25 ha lahan perkarangan termasuk rumah tempat tinggal peserta transmigrasi tersebut. Pada awal kegiatan usahatani kelapa sawit, setiap peserta plasma bergabung dengan perusahaan inti untuk melakukan kegaiatan perkebunan kelapa sawit. Selama 4 tahun pertama karena kelapa sawit belum menghasilkan, maka peserta transmigrasi (petani) sebagai karyawan perusahaan yang bertanggung jawab terhadap kebun masing-masing. Setelah 4 tahun yakni pada saat kebun sudah mulai menghasilkan lahan yang diperuntukkan untuk transmigrasi dikonversi menjadi hak milik masing-masing.

Sejak lahan dikonversi kepada masing-masing petani, untuk selanjutnya tanggung jawab penuh berada pada masing-masing petani, antara lain: perawatan kebun, pemupukan, penyediaan sarana produksi, penyediaan mesin dan alat pertanian, panen tandan buah segar (TBS). Sementara biaya pembangunan kebun yang dilakukan oleh perusahaan dicicil oleh petani setiap bulan melalui pemotongan penjualan buah (TBS). Setiap bulan penghasilan dipotong oleh perusahaan sebesar sepertiga dari penghasilan kebunnya. Hal tersebut berjalan sampai hutang petani lunas. Pelunasan hutang tersebut setiap petani sangat bervariasi, karena tergantung kepada tinggi rendahnya penghasilan kebun tersebut. Pada umumnya di daearah lokasi survei hutang petani sudah lunas pada rentang waktu 10-12 tahun.

Pada kegiatan usahatani kelapa sawit, petani melakukan aktivitasnya dengan membentuk kelompok-kelompok tani. Satu kelompok tani terdiri dari 20-25 orang. Peran kelompok tani adalah untuk mengkoordinir kegiatan perkebunan, antara lain: penyuluhan, rotasi panen, waktu pemupukan, penjualan TBS, pemotongan biaya perawatan jalan, jembatan, pengadaan pupuk. Kumpulan dari beberapa kelompok tani membentuk koperasi di pedesaan. Koperasi ini berperan sebagai pemasok kebutuhan petani baik terkait kebutuhan untuk kebun maupun kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan rumah tangga. Koperasi juga berperan sebagai perantara antara perusahaan dengan kelompok tani. Peran utamanya adalah setiap hasil panen yang dijual kepada perusahaan, pembayarannya dilakukan melalui koperasi.

Keberhasilan petani mengelola kebunnya berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani dan peningkatan kesejahteraan keluarga petani. Peningkatan pendapatan tersebut memberikan peluang kepada petani untuk berkembang. Salah satu bentuk berkembangnya adalah bertambah luas lahan pemilikan petani tersebut. Pada mulanya seoarang petani peserta pola PIR memperoleh 3 ha lahah (2 ha kebun, 0,75 ha lahan pangan, 0,25 ha lahan perakarangan). Namun kelapa sawit memberikan hasil yang lebih menguntungkan, pada umumnya lahan pangan seluas 0,75 ha juga ditanami kelapa sawit. Akhirnya setiap petani memiliki kebun sawit seluas 2,75 ha.

Membaca peluang untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik tersebut, setiap petani pada daerah survei membuka lahan perkebunan  diluar lokasi plasma. Cara mendapatkan modal usaha untuk kebun swadaya dilakukan melalui pinajaman kredit melalui bank pemerintah dan koperasi. Sebagai jaminan bagi pihak perbankkan adalah serifikat hak milik kebun kelapa sawit. Belajar dari pengalaman sebagai peserta plasma, pada kegiatan embuka kebun baru pada umumnya petani tidak mengalami masalah. Justru dari hasil pengamatan dan wawancara dengan petani lahan petani sudah berkembang dengan baik. Sebagian besar petani disamping memiliki kebun plasma juga meiliki kebun yang dikelaolas secara swadaya. Hasil wawancara dengan beberapa petani yang sukses mengembangkan usaha perkebunannya ditemukan ada petani yang meiliki kebun sampai 70 ha. Hal tersebut memberikan hasil yang cukup menggembikana peani.

Bertitik tolak dari pengalaman berusahatani kelapa sawit, setiap petani selalu berusaha untuk mengembangkan skala usahanya berupa ektensifikasi (penambahan luas lahan), peningkatan produksi melalui intensifikasi. Bahkan petani yang sudah memiliki luas lahan diatas 10 ha telah mempunyai tenaga kerja sendiri yang didatangkan dari luar daerah/propinsi. Pada umumnya petani kelapa sawit di daerah survei menggunakan tenaga kerja, sementara petani itu sendiri melakukan pengawasan, pengendalian usahataninya. Dari hasil pengamatan tidak satupun kelaurga petani yang melibatkan anggota keluarga untuk kegiatan perkebunan. Anak-anak mereka fokus pada pendidikan, sedangkan petani (kepala keluaga) fokus pada pengelolaan dan pemeliharaan kebun.

Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dapat disimpulkan bahwa setiap petani belum merasa puas dengan aktivitasnya sebagai petani yang sukses. Mereka selalu berusaha untuk melakukan ektensifiksi dan intensifiksi kebun. Mereka selalu mencari peluang untuk membuka kebun baru, bahkan membuka peluang untuk membangun pabrik kelapa sawit (PKS). Peluang tersebut ditinjau dari kondisi PKS yang ada sangat jauh dari lokasi kebun swadaya mereka. Sementara kebun swadaya berkembang terus. Dengan adanya PKS dekat lokasi kebun mereka, diharapkan kualitas TBS yang diolah oleh pabrik akan lebih baik dan harga lebih kompetitif. Tentu saja peluang ini akan memberikan pendapatan yang lebih baik dari sebelumnya.

By. Almasdi Syahza

Pekanbaru, 9 Januari 2014